BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tujuan pembelajaran merupakan salah satu hal yang sangat menunjang
dalam pembelajaran, dimana tujuan pembelajaran akan mengarahkan siswa mengenai apa
yang harus dilakukannya dalam proses pembelajaran, demikian pula bagi seorang
guru akan sangat membantu, bagaimana guru tersebut menjalankan pembelajaran,
untuk mencapai target yang tidak lain ialah dari tujuan pembelajaran yang
disusunnya (tentunya agar hasil pembelajaran maksimal). Namun pada kenyataannya, saat ini kita
masih banyak melihat hasil pembelajaran para siswa/ murid yang masih sangat
perlu untuk ditingkatkan, hal ini merupakan salah satu dampak dari proses
pembelajaran yang kurang terarah. Salah satu penyebabnya juga adalah adanya permasalahan
yang dihadapi para guru (calon guru) dalam merumuskan tujuan pembelajaran yang
hendak dilakukannya, yang berujung pada inefektivitas dan inefesiensi
pembelajaran (Sudrajat, 2009). Saat ini telah terjadi pergeseran dalam
merumuskan tujuan pembelajaran dari penguasaan bahan ke penguasan performansi. Dengan dirumuskannya tujuan pembelajaran, maka pembelajaran yang
berlangsung akan lebih terarah, dengan demikian akan ada peningkatan mutu dalam
pembelajaran.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan tujuan pembelajaran?
2.
Apakah
tujun pembelajaran Matematika itu?
3.
Bagaimanakah
merumuskan tujuan pembelajaran?
1.3
Tujuan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai yaitu:
1.
Agar
kita dapat menjelaskan arti dari tujuan pembelajaran.
2.
Agar
kita dapat menjelaskan tentang tujuan pembelajaran Matematika.
3.
Agar
kita dapat merumuskan tujuan pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pertama kali diperkenalkan oleh B.F. Skinner
pada tahun 1950 yang diterapkannya dalam ilmu perilaku (behavioral science)
dengan maksud untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Kemudian diikuti oleh
Robert Mager yang menulis buku yang berjudul Preparing Instructional Objective
pada tahun 1962. Lalu diterapkan secara meluas pada tahun 1970 di seluruh
lembaga pendidikan termasuk Indonesia.
Berikut ini beberapa pengertian yang diutarakan para ahli
pembelajaran tentang tujuan pembelajaran:
- 1. Robert
F. Mager (1962) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran sebagai perilaku yang
hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat
kompetensi tertentu.
- Edward
L. Dejnozka, David E. Kapel (1981) dan Kemp memandang bahwa tujuan pembelajaran
ialah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau
penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil
belajar yang diharapkan.
- Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai
sebagai hasil belajar.
- Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran
adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh
siswa setelah berlangsung pembelajaran.
- Menurut Standar Proses pada Permendiknas Nomor
41 Tahun 2007, tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajara yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
Meski para
ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya
menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah
tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau
deskripsi yang spesifik. Dapat pula
kita defenisikan tujuan pembelajaran sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh
anak didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi
tertentu dalam satu kali pertemuan.
Berikut ini beberapa manfaat dari
tujuan pembelajaran sbb:
1. Rumusan tujuan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
efektivitas keberhasilan proses pembelajaran. Suatu proses pembelajaran dikatan
berhasil manakala siswa dapat mencapai tujuan secara optimal. Keberhasilan itu
merupakan indikator keberhasilan guru merancang dan melaksanakan proses
pembelajaran.
2. Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan
panduan kegiatan belajar siswa. Tujuan yang jelas dan tepat dapat membimbing
siswa dalam melaksanakan aktivitas belajar. Berkaitan dengan itu, guru juga
dapat merencanakan dan mempersiapkan tindakan apa saja yang harus dilakukan
untuk membantu siswa belajar.
3.
Dapat membantu dalam mendesain system pembelajaran. Artinya,
dengan tujuan yang jelas dapat membantu guru dalam menentukan materi pelajaran,
metode/ strategi pembelajaran, alat, media dan sumber belajar, serta dalam
menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat keberhasilan belajar
siswa.
4. Dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas
dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui penetapan tujuan, guru bisa
mengontrol sampai di mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan sesuai
dengan tujuan dan tuntutan kurikulum yang berlaku.
Nana
Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan
pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan
belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan
belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun
bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media
pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian.
Berikut
ini yang dapat diperoleh dari perumusan tujuan pembelajaran sbb:
1. Waktu mengajar dapat dialokasikan
dan dimanfaatkan secara tepat.
2. Pokok bahasan dapat dibuat seimbang,
sehingga tidak ada materi pelajaran yang dibahas terlalu mendalam atau terlalu
sedikit.
3.
Guru dapat menetapkan
berapa banyak materi pelajaran yang dapat atau sebaiknya disajikan setiap jam pelajaran.
4. Guru dapat menetapkan urutan dan
rangkaian materi pelajaran secara tepat.
5. Guru dapat menjamin bahwa hasil
belajarnya akan lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar tanpa tujuan yang
jelas.
2.2
Pengertian Tujuan Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan perpaduan
dari dua aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Aktivitas mengajar
menyangkut peranan guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan
komunikasi harmonis antara belajar dan mengajar. Herman Hudojo menyatakan bahwa
matematika merupaka ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol, tersusun secara
hirarki dan penalarannya dedukti, sehingga belajar matematika itu merupakan
kegiatan mental yang tinggi. Adapun Mulyono Abdurahman mengemukakan bahwa
matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang
dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan
tentang betuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dsb.
Mata pelajaran matematika berfungsi melambangkan kemampuan
komunikasi dengan menggambarkan bilangan-bilangan dan simbol-simbol serta
ketajaman penalaran yang dapat memberi kejelasan dan menyelesaikan permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan dari pembelajaran matematika adalah:
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup
menghadapi perubahan keadaan dan pola pikir dalam kehidupan dan dunia yang selalu
berkembang.
2. Mempersipakan siswa meggunakan
matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari dan dalam
mepelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Dari uraian
di atas menjelaskan bahwa kehidupan di dunia ini akan terus mengalami perubahan
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi/ oleh karena itu
siswa harus memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi
untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah. Kemampuan ini membutuhkan
pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemamuan bekerja sama
yang efektif. Dengan demikian, maka seorang guru harus terus mengikuti
perkembangan matematika dan selalu berusaha agar kreatif dalam pembelajaran
yang dilakukan sehingga dapat membawa siswa ke arah yang diinginkan.
2.3 Perumusan
Tujuan Pembelajaran
Dalam menuliskan tujuan
pembelajaran, perlu diperhatikan penggunaan tata bahasa yang digunakan, karena
itu tujuan pembelajaran haruslah jelas penulisannya, artinya tanpa diberi
penjelasan tambahan apa pun, pembaca (guru atau siswa) dapat menangkap maksudnya.
W. James Popham dan Eva L. Baker
(2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan
pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan
apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran. Selanjutnya,
dia menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan
pembelajaran, yaitu: (1) preferensi
nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang
penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara
membelajarkannya; dan (2) analisis
taksonomi perilaku; dengan menganalisis
taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk
dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak
menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor. Berbicara
tentang perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat
untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan
pembelajaran. Bloom mengklasifikasikan perilaku individu ke dalam tiga ranah
atau kawasan (yang merupakan tujuan dari pembelajaran), yaitu kawasan kognitif,
afektitif, dan psikomotor.
1.
Kawasan
kognitif
Kawasan
kognitif adalah kawasan yang membahas tujuan pembelajaran berkenaan dengan
proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang
lebih tinggi yakni evaluasi (kawasan ini berkaitan dengan aspek-aspek
intelektual atau berpikir/ nalar. Ada enam tingkatan dalam kawasan kognitif:
a. Tingkatan
pengetahuan (knowledge), pengetahuan diartikan kemampuan seseorang dalam
menghafal atau mengingat kembali pengetahuan yang pernah diterimanya. Contoh: Siswa dapat menggambarkan
satu buah segitiga sembarang.
b. Tingkat
pemahaman (Comprehension), pemahaman diartikan kemampuan seseorang dalam
mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya
sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Contoh: Siswa dapat menjelaskan
kata-katanya sendiri tentang perbedaan bangun geometri yang berdimensi dua dan
berdimensi tiga.
c. Tingkat
penerapan (application), maksudnya kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan
dalam memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh: Siswa
dapat menghitung panjang sisi miring dari suatu segitiga siku-siku jika
diketahui sisi lainnya
d. Tingkat
analisis (analysis), dimaksudkan kemampuan seseorang dalam menggunakan
pengetahuan dalam memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan
sehari-hari. Contoh:
Mahasiswa dapat menentukan hubungan berbagai variabel penelitian dalam mata
kuliah Metodologi Penelitian.
e. Tingkat
sintesis (synthesis), kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan
berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru
yang lebih menyeluruh. Contoh: Mahasiswa dapat menyusun rencana atau usulan
penelitian dalam bidang yang diminati pada mata kuliah Metodologi Penelitian.
f.
Tingkat
evaluasi (Evaluation), kemampuan seseorang dalam membuat perkiraan atau
keputusan yang tepat berdasarkan criteria atau pengetahuan yang dimilikinya. Contoh: Mahasiswa dapat memperbaiki
program-program computer yang secara fisik tampak kurang baik dan kurang
efisien pada mata kuliah Algoritma dan pemrograman.
2.
Kawasan
Afektif
Kawasan
afektif adalah ranah yang berkaitan aspek-aspek emosional,
seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya.
Ada lima tingkatan dalam kawasan afektif ini, yaitu:
a.
Kemauan
menerima (receiving);
b.
Kemauan
menanggapi (responding);
c. Berkeyakinan,
berkenaan dengan kemauan menerima system nilai tertentu pada diri individu.
Seperti menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi (penghargaan)
terhadap sesuatu, kesungguhan untuk melakukan suatu kehidupan social.
d.
Penerapan
karya, penerimaan terhadap berbagai system nilai yang berbeda-beda berdasarkan
pada suatu system nilai yang lebih tinggi. Seperti menyadari pentingnya
keselarasan antara hak dan tanggung jawab, bertanggung jawab terhadap hal yang
telah dilakukanm, memahami dan menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri,
atau menyadari peranan perencanaan dalam memecahkan suatu permasalahan.
e.
Ketekunan
dan ketelitian, merupakan tingkatan afeksi yang tertiggi. Individu yang telah
memiliki system nilai selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan system
nilai yang dipegangnya.
3.
Kawasan
Psikomotor
Kawasan
psikomotor berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan
fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular
system) dan fungsi psikis. Ada
beberapa tingkatan pada kawasan ini yaitu:
a.
Persepsi,
penggunaan indera dalam melakukan kegiatan. Misalnya menghubungkan suara music
dengan tarian tertentu.
b. Kesiapan,
kesiapan melakukan suatu kegiatan, termasuk kesiapan mental, physical set
(kesiapan fisik), atau emotional set (kesiapan emosi perasaan) untuk melakukan
suatu kegiatan.
c.
Mekanisme,
penampilan repon yang sudah dipelajari dan menjadi kebiasaan, sehingga gerakan
yang ditampilkan menunjukkan pada kemahiran. Contohnya menulis halus, menari,
atau menata laboratorium.
d.
Respon
terbimbing, meniru/ mengikuti, mengulangi perbuatan yang ditunjukkan oleh orang
lain.
e.
Kemahiran,
penampilan gerakan motorik dengan keterampilan penuh.
f. Adaptasi,
keterampilan yang sudah berkembang pada diri individu sehingga ia mampu
memodifikasi pada pola gerakan sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu.
g.
Originasi,
penciptaan pola gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi tertentu.
Menurut Mager tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga elemen
utama, yakni:
1. Menyatakan
apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa
yang sebaiknya dikuasainya pada akhir pelajaran.
2.
Perlu
dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku
tersebut.
3.
Perlu
ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang teknis
penyusunan tujuan pembelajaran dalam bentuk
format ABCD yaitu:
A = audience
(petatar, siswa, mahasiswa, murid, dan sasaran didik lainnya).
B = behavior
(perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar).
C = condition
(persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai).
D = degree
(tingkat penampilan yang dapat diterima).
Dalam
menuangkan behavior yang akan diukur, perlu dihindari kata-kata kerja yang
tidak operasional. Penuangan kata kerja yang operasional dan nonoperasional
sangat berpengaruh pada proses penilaian guru. Dalam hal ini kata kerja operasional
yang dirumuskan, dapat memudahkan guru untuk mengukur kegiatan siswa serta
mempermudah penyusunan tes. Sedang kata kerja yang nonoperasional, sangat
banyak menyulitkan guru dalam membuat tes untuk mengukur keberhasilan tujuan,
mengingat kata kerja nonoperasional sifatnya luas cakupannya dan tidak jelas. Berikut
ini beberapa kesalahan umum merumuskan tujuan pembelajaran, Drs. Harjanto
(2006: 217):
1.
Tidak
cukup spesifik dan operasional, contoh:
Kurang benar : “Agar siswa mengetahui bentuk aljabar”
Benar : “Siswa dapat mengoperasikan
bentuk aljabar”
2.
Lebih
melukiskan tingkah laku guru daripada siwa, contoh:
Kurang benar : “Mengajarkan cara memfaktorkan”
Benar : ”Siswa dapat menyelesaikan soal
tentang pemfaktoran”
3.
Tidak
merumuskan kondisi yang dibutuhkan untuk timbulnya tingkah laku yang
dikehendaki, contoh:
Kurang benar : “Agar siswa sanggup memecahkan soal-soal
sederhana
dari angka satu sampai dengan sepuluh”
Benar : “Tanpa menggunakan suipoa, siswa
dapat memecahkan
soal-soal sederhana dari satu sampai dengan
sepuluh”
Berikut ini
beberapa kata kerja operasional dari tiga domain sebagaimana yang dituliskan di
atas:
1.
Kawasan
Kognitif
a.
Tingkat
pengetahuan: menyusun, mendefenisikan, menyalin, menghafalkan.
b.
Tingkat
pemahaman: mengklasifikasikan, menggambarkan, mendis-kusikan, menjelaskan,
mengungkapkan.
c.
Tingkat
penerapan: menerapkan, memilih, mendemonstrasikan, mengerjakan, mengoperasikan.
d.
Tingkat
analisis: mengenali, mengira-ngira, dan menghitung.
e.
Tingkat
sintesis: mengatur, merangkum, dan mengumpulkan.
f.
Tingkat
evaluasi: membuat argumentasi, mengoreksi, dan melampirkan.
2.
Kawasan
Afektif
a.
Tingkat
menerima: menerima, menantang, dan mendengar
b.
Tingkat
respon: mempertahankan dan memperdebatkan
c.
Tingkat
menilai: memutuskan, menawarkan, dan berpendapat
d.
Mengorganisasi:
merumuskan, membagi, dan mendukung
e.
Tingkat
karakteristik: mengunjungi, berbuat suka rela.
3.
Kawasan
Psikomotor
a.
Gearakan
seluruh badan: senam, bertanding, dan latihan
b.
Gerakan
yang terkoordinasi: mengetik.
c.
Komunikasi
nonverbal: iyarat (tangan, mulut, mata).
d.
Kebolehan
dalam bicara: pidato, berargumentasi.
Berikut ini beberapa contoh tujuan pembelajaran dari indikator
pembelajaran Matematika:
Indikator
|
Tujuan
Pembelajaran
|
1.2.1 Menentukan integral dengan dengan cara substitusi untuk fungsi aljabar.
|
·
Siswa
dapat menentukan integral dengan menggunakan rumus integral subtitusi untuk
fungsi aljabar.
|
2.2.1 Menggunakan rumus perbandingan vektor.
|
·
Siswa
dapat mengoperasikan rumus perbandingan vektor.
|
3.2.1 Mengenal arti sistem pertidaksamaan linear
dua variabel.
|
·
Siswa
dapat mendefenisikan arti dari pertidaksamaan linear dua variabel.
|
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya, Wina. 2006.
Strategi Pembelajaran. Bandung: Kencana Prenada Media Goup.
Uno, Hamzah B. 2006. Perencanaan
Pembelajaran. Gorontalo: Bumi Aksara.
Hasyim, Hadi Muttaqin. 2009. Tujuan
Pembelajaran Matematika. Tersedia Pada: http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/06/14/tujuan-pembelajaran-matematika.
Diakses pada 02 Maret 2011.
Istiqamah. 2010. Taksonomi dan Tujuan Pembelajaran. Tersedia
pada: http://materibidan.blogspot.com/2010/05/taksonomi-dan-tujuan-pembelajaran.html. Diakses pada 02 Maret 2011.